Suriah baru di era Presiden Ahmed Al Sharaa kini ditandai dengan berjamurnya perusahaan baru untuk investasi dan menjajal pasar Suriah.
Namun begitu, berbagai perusahaan baru tersebut diyakini adalah perpanjangan tangan investor dalam maupun luar negeri, baik pemain lama maupun baru.
Di antara pemain lama adalah perusahaan dari Rusia, Iran dan eks kroni Bashar Al Assad dan kini berkiprah kembali dengan nama baru atau menggunakan nama perusahaan kecil yang sudah ada sebelumnya.
Selain itu ada juga perusahaan dari eks wilayah pemerintahan penyelamat (SG) dari Idlib dan interim (SIG) di Azaz. Mereka bekerja sama dengan perusahaan Turki, Qatar, Kuwait dan kain sebagainya.
Ada juga perusahaan dari SDF Kurdi bekerja sama dengan pemodal dsri Kurdistan Irak dengan perusahaan baru mereka. Perusahaan dari Kurdistan Irak telah masuk di sektor taksi online. Sejumlah perusahaan Amerika dan Eropa juga masuk yang kemungkinan sahamnya milik Israel atau pengusaha Yahudi pro Israel.
Kabar terbaru dari Damaskus kembali memantik perdebatan panjang soal tata kelola sektor energi di Suriah. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa Kementerian Energi Suriah tengah melakukan pembicaraan dengan sebuah perusahaan bernama "Thaiba Khassah lil Mahruqat" atau "Thaiba untuk Bahan Bakar Swasta" guna mengambil alih pengelolaan perusahaan bahan bakar milik negara, SADCOP.
Rencana ini, menurut laporan awal, akan memberikan hak pengelolaan sekitar 40 stasiun bahan bakar kepada perusahaan Thaiba. Namun, langkah tersebut menimbulkan pertanyaan karena tidak ada indikasi bahwa pemerintah akan membuka kompetisi atau tender terbuka yang memungkinkan perusahaan lain ikut serta, termasuk yang dibekingi oleh pemodal Rusia, Iran dan eks rejim Assad di belakang layar.
Siapa sebenarnya perusahaan Thaiba yang tiba-tiba muncul dalam orbit kebijakan energi Damaskus ini? Pertanyaan itu tidak hanya mencuat di media lokal, tetapi juga menjadi sorotan pengamat internasional yang menilai langkah ini berpotensi membuat pemain lama eks rejim tak kebagian.
Penelusuran jejak perusahaan Thaiba mengarah pada pemodal dari eks wilayah SG. Menurut laporan yang diterbitkan pada 3 April 2021 oleh laman "Ekonomi, Keuangan, dan Bisnis Orang Suriah", perusahaan Thaiba disebut sebagai salah satu pemain dominan dalam tender bahan bakar di Idlib.
Dalam laporan itu dijelaskan bahwa Thaiba berhasil menguasai sebagian besar tender, terutama dalam kontrak bahan bakar untuk pemanas. Perusahaan ini bahkan mampu membagikan dividen sebesar 8 persen kepada para pemegang saham pada Maret 2021, atau sekitar 12 dolar per lembar saham, sesuatu yang jarang terjadi di tengah krisis ekonomi Suriah.
Namun, di balik capaian itu tersimpan hubungan erat antara Thaiba dan struktur ekonomi yang dikendalikan oleh pemerintahan SG yang kini sudah bubar dan kini menjadi penguasa di Damaskus. Disebutkan bahwa Thaiba merupakan proyek yang diluncurkan oleh pengusaha Idlib untuk memasok kebutuhan di wilayah yang dulu dibkokade Assad, melalui lembaga bernama "Sanad al-Barakah Investment Fund" pada akhir 2019.
Lebih jauh, Thaiba memiliki hubungan strategis dengan perusahaan "Watad Petroleum", sebuah entitas yang dikenal luas sebagai pintu masuk bahan bakar dari Turki ke wilayah Idlib. Kolaborasi ini memberi keuntungan besar bagi kedua perusahaan dalam mendominasi pasokan energi, di tengah ketiadaan investor yang masuk.
Sumber lain mengungkapkan bahwa Thaiba tidak berdiri sendiri. Ia berjalan seiring dengan perusahaan investasi bernama "Nama’", yang juga didirikan oleh lembaga keuangan SG. Kombinasi keduanya menjadikan ekonomi Idlib mandiri dari ekonomi rejim Assad saat itu.
Situasi ini semakin kompleks ketika laporan dari situs "Sada" pada 16 September 2025 mengungkapkan bahwa Watad tetap menjadi mitra utama Thaiba hingga hari ini. Beberapa pengamat menilai jaringan perusahaan inilah yang menjadi penopang awal ekonomi Suriah pasca hengkangnya Assad membawa serta jutaan dolar dari kas negara. Saat itu embargi ekonomi Suriah belum dicabut.
Setelah AS mulai mengendurkan embargo ekonomi ke Suriah meski tak menghapus total, pemodal Rusia, eks pendukug Assad, Iran, Kurdi dan pemain lainnya yang tampil dengan perusahaan baru mulai tergiur untuk mendapat jatah.
Namun, Suriah belum sepenuhnya pulih dari trauma masa lalu sehingga kepentingan rejim lama masih sering kelihatan dan ketahuan dari pengurusan administrasi tender.
Investigasi lain yang dilakukan oleh "Akhbar al-Aan" pada Januari 2023 menunjukkan pola serupa. Disebutkan bahwa saat tidak ada pemodalbyang berani masuk ke Idlib, Watad hadir memberi solusi di tengah keterbatasan.
Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, perusahaan itu diberi perlindungan penuh dan dukungan logistik meski sering menjadi target pasukan Rusia, Iran dan rejim.
Seiring dengan banyaknya permintaan, perusahaan mengumumkan peluncuran enam perusahaan diversifikasi baru, termasuk Thaiba, al-Ittihad, al-Alamiya, al-Salam, al-Rahma, dan al-Arabiya.
Setelah Assad lengser, Watad juga membubarkan diri dan bisnisnya kini beralih dari Idlib ke Damaskus dengan perusahaan baru dan cakupan yang lebih luas.
Saat itu, banyak yang mengira Suriah bakal kolaps dan kocar-kacir karena semua kroni Assad juga kabur. Namun Thaiba hadir mengisi kekosongan itu. Kini Thaiba berubah dari cibiran dan cemoohan menjadi tulang punggung ekonomi Suriah.
Pemain lama eks Assad yang tidak terkena sanksi sosial paska amnesti mulai meminta jatah tender dengan transparan melalui berbagai media kritis di Lebanon atau dalam negeri.
Tuduhanpun dilayangkan mengenai dugaan monopoli, sesuatu yang tidak bisa dihindarkan usai hampir semua perusahaan pro Assad lumpuh atau melarikan diri.
Ada juga tuduhan tidak adanya proses tender terbuka memperkuat anggapan bahwa keputusan ini lebih didorong oleh pertimbangan politik dan kompromi kepentingan ketimbang mekanisme pasar yang sehat. Anehnya tuduhan itu juga datang dari wilayah SDF Kurdi yang memang belum integrasi penuh dengan wilayah pemerintah.
loading...
Tidak ada komentar:
Write komentar